Nasional, Jakarta  - Tersangka dugaan korupsi e-KTP (kartu tanda penduduk elektronik) Andi Agustinus alias Andi Narogong mengaku pernah dilempar piring oleh mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman. Insiden itu terjadi karena Andi membocorkan pemenang tender e-KTP kepada pengusaha lain.

Cerita bermula saat Kementerian Dalam Negeri mengumumkan delapan peserta lelang yang lolos tahap verifikasi pada Maret 2011. Saat itu, Andi dipanggil oleh Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto di ruko Taman Galaxy, Bekasi.

Baca: Sidang E-KTP, Jaksa Panggil Andi Narogong untuk Bersaksi

"Di situ saya dikenalkan dengan seseorang bernama Dedi Apriadi keponakannya Pak Irman," kata Andi saat bersaksi di sidang korupsi e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin, 29 Mei 2017.

Pada pertemuan itu, Andi mendapat informasi bahwa Irman telah memerintahkan agar PT Mega Global menjadi pemenang tender e-KTP. Sugiharto lalu meminta Andi untuk berkoordinasi dengan Dedi yang menjabat sebagai Direktur PT Optima Infocitra Universal. Menurut Sugiharto, Dedi akan mengatur semuanya. "Saya bilang saya siap, yang penting saya dapat pekerjaan," kata Andi.

Lihat: e-KTP, Andi Narogong Disebut Tukar Rp 84 M ke Perusahaan Valas

Andi kemudian mengabarkan informasi itu kepada Paulus Tannos, Direktur PT Sandipala Arthapura, salah satu anggota konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) yang ikut tender e-KTP. Mendengar informasi itu, Paulus Tannos tak terima. Ia lantas mengadu ke Azmin Aulia, adik Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Selanjutnya Irman ditegur Azmin.

Akibat teguran itu, Andi dipanggil oleh Irman di restoran Jepang di Grand Hyatt. Di ruang privat, hanya ada Irman dan Sugiharto. "Saya diomelin, dimaki-maki. Saya dimarahin. Saya dilempar piring oleh Pak Irman," kata Andi.

Tak berapa lama, Paulus Tannos dan Azmin Aulia datang ke restoran itu. Irman lantas kembali memarahi Andi dan Paulus. "Intinya semua harus menuruti perintah Pak Irman. Tidak ada yang boleh menolak perintah beliau," ujar Andi.

Simak: Proyek E-KTP, Cerita Paulus Tannos Dua Kali Bertemu Setya Novanto

Beberapa hari kemudian, pemenang tiga besar lelang e-KTP diumumkan. Pemenangnya adalah PT Mega Global, PNRI, dan PT Astragraphia. Namun ternyata PT Mega mengalami gagal demo sehingga dinyatakan gugur.

Akhirnya panitia menetapkan PNRI sebagai pemenang tender e-KTP. Namun, kata Andi, PNRI bukanlah pemenang yang diinginkan oleh Irman. Akhirnya PNRI diperintahkan untuk membagi pekerjaan e-KTP kepada PT Karatama, PT Mega Global, dan perusahaan-perusahaan yang direkomendasikan Irman.

"PNRI menolak keras," kata Andi. Walhasil PNRI tidak pernah dimudahkan dalam mengerjakan proyek e-KTP. "PNRI tidak pernah diberi DP."

Baca juga: Sidang E-KTP, Saksi Pernah Diminta Irman Bikin Laporan Fiktif

Karena kesulitan uang, salah satu anggota konsorsium, PT Quadra Solution, meminjam uang kepada Andi untuk modal sebesar Rp 36 miliar. "Dengan harapan dapat pekerjaan sub, saya pinjamkan," kata Andi.

Setelah meminjam uang Rp 36 miliar, PT Quadra ternyata butuh dana Rp 200 miliar tunai. Andi tidak sanggup dan meminta PT Quadra untuk mengembalikan uang pinjaman Rp 36 miliar. Setelah itu, Andi menyatakan mundur dari konsorsium.

"Saya merasa sakit hati karena Pak Irman bilang kepada anggota konsorsium bahwa saya ini hanya seorang calo dan tidak usah dikasih pekerjaan. Sejak saat itu saya tidak pernah berhubungan dengan anggota konsorsium," ujar Andi.

MAYA AYU PUSPITASARI