Nasional, Jakarta  - Auditor investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Suaedi mengaku menemukan kejanggalan kala memeriksa dokumen lelang proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP). Salah satu kejanggalan itu adalah adanya nama tenaga ahli yang diyakini tak berhubungan dengan proses lelang proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.

Indikasi itu baru ditemukan BPKP ketika menghitung potensi kerugian negara bersama para penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejumlah dokumen lelang, kata dia, berisi tanda tangan yang terkesan dibuat-buat.

Baca: Sidang E-KTP, Pengadilan Hadirkan Saksi Ahli dari ITB dan BPKP

"Ada dokumen kontrak, istilahnya. Contoh saja namanya Andi, tanda tangannya dimulai dari huruf A, Budi dari huruf B, Chandra dari C. Kami lihat sekilas itu tak mungkin," ujar Suaedi yang dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis, 8 Juni 2017.

Dia mengaku menyampaikan temuan itu pada KPK. Nama-nama dalam dokumen lelang itu pun sempat didalami penyidik.

"Pada saat itu didapatkan memang orang-orang dalam nama-nama tersebut bukan yang dipekerjakan di proyek e-KTP, (namun) dokumennya ditandatangani sebagaimana adanya itu," tutur Suaedi.

Simak: Ahli ITB di Sidang E-KTP, Begini Bedah Produksi Satu Keping E-KTP

Saat bersaksi bersama ahli fisika nanomaterial dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Mikrajuddin Abdullah, Suaedi mengungkapkan ketidaksempurnaan audit BPKP dalam menghitung kerugian dari kasus e-KTP.

Alasannya, para auditor investigasi BPKP belum mendapat semua data komponen pengadaan e-KTP dari penyidik KPK. Saat ini, perkara yang menjerat dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto itu terhitung merugikan negara Rp 2,3 triliun. Dia pun tak menutup kemungkinan bahwa angka kerugian itu bisa bertambah, jika audit disempurnakan.

Lihat: Suap E-KTP Mengalir Sampai Jauh

Menurut Suaedi, BPKP belum menerima sejumlah komponen, seperti data biaya cetak background blanko e-KTP, hologram, termasuk laminasinya. "Kalau penyidik bisa sediakan data, kami bisa olah," kata dia.

YOHANES PASKALIS