Bisnis, Jakarta -  Tiga direktur jenderal berkumpul di lahan tembakau virginia di Desa Pijot Utara, Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur, Rabu 6 September 2017. Mereka membangkitkan semangat petani tembakau di sana agar bisa meningkatkan produksinya kembali yang sejak tiga tahun terakhir menurun dari semula dua ton per hektar menjadi hanya 1,8 ton.

Ketiga pejabat itu adalah Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang, Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto, dan  Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tjahja Widayanti. Mereka berada di tengah lahan petani mitra Sampoerna dan Bentoel Group. Mereka bersama-sama memanen daun tembakau di lahan yang berseberangan jalan.

Menurut Hendro Martowerdoyo dari Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), kebutuhan bahan baku tembakau sebanyak 340 ribu ton. Namun, ketersediaan produksi nasional hanya 200an ribu ton.

''Karena itu memerlukan impor,'' katanya dalam Diskusi Pertanian dan Tembakau. Menurutnya diperlukan dukungan regulasi pemerintah agar memperoleh pembinaan yang lebih intensif.

Hami Setiawan dari Sampoerna menyatakan saat ini telah dilakukan peningkatan kemitraan dengan petani tembakau di Lombok yang jumlahnya 4.200 orang petani yang mengelola 22 ribu hektar diantara 37 ribu orang petani se Indonesia.

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Nusa Tenggara Barat (NTB) Husnul Fauzi menyebutkan bahwa yang menjadi penyebab penurunan produksi tembakau NTB selain anomali cuaca juga diakibatkan penggunaan pupuk secara terus menerus sejak menanam padi hingga tembakau. ''Ini yang menyebabkan tanaman tembakau menjadi keras,'' ujarnya. Di NTB ada 52 ribu hektar lahan di antaranya 12 ribu hektar di Lombok Timur.

PT HM Sampoerna   dan PT Bentoel International Investama menyiapkan program kemitraan dengan memberikan jaminan pembelian, penyediaan satuan produksi seperti pupuk, bibit dan zat pelindung tanaman serta upaya peningkatan kwalitas dan produktivitas tembakau. Ketua Gaprindo Muhaimin Moefti menyebutkan aturan pembatasan impor tembakau, mengancam industri hasil tembakau yang menopang kehidupan enam juta orang. ''Beberapa jenis tembakau tidak dapat tumbuh dan tidak cukup diproduksi di Indonesia,'' ucapnya.

Hayati, 51 tahun, seorang petani tembakau asal Dusun Bongkor, Desa Gerisak Semanggleng, Kecamatan Sakra Barat, memiliki lahan dua hektar. ''Keuntungan Rp 22 juta selama enam bulan tanam. Masih terbatas pendapatannya,'' ujar Hayati yang memiliki tanggungan tiga orang anak, seorang di antaranya kuliah.

Bupati Lombok Timur Ali Bin Dachlan mengatakan tembakau ini menjadikan pengusaha rokok menjadi kaya raya dan negara juga memperoleh pendapatan. Termasuk Pemerintah Kabupaten Lombok Timur yang mendapatkan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) Rp 60 miliar. ''Dananya saya alokasikan untuk infrastruktur petani,'' ucapnya.
SUPRIYANTHO KHAFID