Gaya, Jakarta -Psikolog Klinis Ine Indriani, mengatakan ada kaitannya antara trauma dan otak. Memori yang berkaitan dengan kejadian traumatis, seperti kekerasan saat masa kanak-kanak atau kejadian lainnya, membuat otak kewalahan.

"Sehingga, otak langsung menekan atau menyimpan ke dalam bagian otak subkortikal," kata Ine dalam seminar Brainspotting 'Healing Through Your Eyes' di Rumah Sakit Mata Jakarta Eye Center (JEC) Kedoya, Jakarta Barat, Sabtu, 25 Maret 2017.

Lalu, bagaimana mengatasi trauma? Ine menjelaskan, peneliti menyakini proses 'state-dependent learning' bertanggung jawab dalan membentuk urutan memori yang tidak dapat diakses oleh alam sadar. Proses ini dapat dimunculkan dengan suasana hati atau rangsangan tertentu.

Baca juga : Sabu Bukan Amfetamin Murni! Ini Efeknya

"Untuk mengatasi klien mengatasi trauma, klien perlu kembali ke situasi yang berhubungan dengan kejadian tersebut, dengan mengakses subkortikal," ujarnya.

Cara ini kemudian diaplikasikan dalam terapi brainspotting. Ine menjelaskan brainspotting adalah psikoterapi yang mengandalkan mata untuk masuk ke area bawah sadar subkorteks,"kata Ine yang juga menjadi therapist dan trainer Brainspotting Indonesia.

Brainspotting langsung mengakses subkortek, memori bawah sadar, dan lebih cepat. "Jadi, tidak hanya mengandalkan bahasa, brainspot lebih cepat dan lebih dalam," ujarnya.

Tak hanya trauma, brainspotting juga dapat mengatasi seseorang yang memiliki pengalaman negatif, emosi negatif, dan pengalaman yang tidak nyaman. "yang kurang percaya diri juga bisa," ujar Ine.

Satu kali sesi brainspotting menghabiskan waktu sekitar 45-60. "Ada yang satu sesi masalahnya sudah teratasi (pulih traumanya) ada yang beberapa sesi, tergantung masalahnya," kata Ine.

AFRILIA SURYANIS

Baca juga :
70 Persen Pasien Kanker Paru Stadium Lanjut, Ini Sebabnya
Mau Menaksir Kesehatan Seseorang? Lihat Saja Matanya