Nasional, Cilacap - Gara-gara menebang 43 pohon, seorang petani, Sudjana, 73 tahun ditangkap oleh Kepolisian Resor Cilacap. Ia dilaporkan secara pidana oleh Perum Perhutani karena menebang pohon di wilayah hutan yang diklaim sebagai milik Perhutani. “Ini bentuk kriminalisasi yang kerap diterima warga yang tinggal di sekitar hutan,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, Hamzal Wahyudin kepada Tempo, Minggu 26 Maret 2017.

Hamzal mengatakan LBH Yogyakarta bersama  LBH Wahana Cilacap, LSM Serikat Tani Mandiri (SeTAM) dan sejumlah elemen masyarakat lainnya telah membentuk tim advokasi untuk membantu Sudjana menghadapi kasus ini. Pembentukan tim, kata Hamzal juga respons atas langkah petani di Cilacap yang membentuk Tim Advokasi Peduli Reforma Agraria.

Hamzal menilai, kasus yang menimpa Sudjana bisa menimpa siapa pun yang hidup di sekitar hutan. Artinya kasus tersebut tidak bisa dilihat dari hanya persoalan perseorangan saja, melainkan kasus komunal bagi setiap warga yang hidup di sekitar kawasan hutan. “Saat ini yang sedang kami upayakan akan melakukan penangguhan penangkapan. Sekaligus akan melakukan gugatan ke Perhutani setelah melakukan penelitian lapangan,” ujarnya.

Direktur SeTAM, Petrus Sugeng mengatakan kasus Sudjana bermula karena sengketa kepemilikan lahan dengan Perhutani setelah adanya penukaran lahan sejak 1979 lalu. Penebangan dilakukan sebagai buntut kekecewaan Sudjana atas keterlibatan Perhutani melakukan penyadapan kayu. “Yang dipersoalkan perhutani adalah klaim yang kebablasan karena mereka saling memberikan informasi yang tidak jelas,” katanya.

Sugeng menambahkan, Sudjana bersikukuh apa yang ia lakukan di atas lahannya seluas 4,1 hektar dianggapnya sebagai aktivitas legal. Sugeng berpatokan dari 3 Surat Pemberitahuan Pajak Terhitung yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Jambu sebagai bukti kepemilikan yang merupakan warisan dari orangtuanya, Arnita Senggal.

Selain itu, hal lain yang menguatkan, kata Sugeng, berdasarkan keterangan yang direpoleh dari Kantor Biro Perencanaan Perhutani Salatiga yang menjelaskan tanah tukar guling tidak dilakukan di Desa Jambu, Wanareja. Melainkan dilakukan di Desa Panulisan, Kecamatan Dayeuhluhur. “Kalau ditukargulingkan sudah seharusnya mendapatkan ganti rugi,” katanya.

Sudjana dilaporkan secara pidana oleh Perhutani dengan tuduhan melanggar UU No. 18 Tahun 2013 tentang Kehutanan Pasal 82 ayat 1 dengan ancaman minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun. Atas dasar itu,

Perum Perhutani melalui Wakil Administrator Sub Kelompok Pemangku Hutan Cilacap, Heri Nur Afandi mengatakan proses tukar guling lahan dengan No. No.3785/I/VI/Banyumas Barat/Oktober /1979 dilakukan oleh warga Desa Panulisan, Dayeuhluhur bernama Tawireja yang mewakili sebanyak 127 warga yang memiliki lahan di Desa Jambu seluas 11,2 hektar dengan rincian persil 141, 143, 144, dan 171. Hasilnya warga mendapatkan tanah Perhutani seluas 5,6 hektar di Desa Cikiangkir. “Aturan Perhutani saat itu penukaran tanah 1:2. Artinya tanah yang kita terima 11,2 hektar dan yang kita lepas 5,6 hektar,” ujarnya.

Kesepakatan penukaran lahan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.50/KPTS/II/1985 yang berisi penetapan kawasan hutan di lahan Desa Jambu, Wanareja. “Pak Sudjana atau orangtuanya saat itu tidak tercantum pada proses penukaran lahan itu,” katanya.

BETHRIQ KINDY ARRAZY