Nasional, Yogyakarta - Aktivis anti korupsi menolak dengan tegas calon pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang merupakan kader partai politik. Jika ada kader partai politik yang menduduki jabatan khususnya di KPK akan muncul konflik kepentingan meskipun sudah keluar dari partai.

"Meskipun jika terpilih  sudah tidak menjadi bagian dari  partai politik, tapi sangat rentan konflik kepentingan dan akan menimbulkan persoalan di internal KPK," Baharuddin Kamba, Kepala Divisi Pengaduan Masyarakat Jogja Corruption Watch, Selasa, 28 Maret 2017.
Baca : Nama Muncul dalam Sidang Suap Pajak, Eggi Sudjana Minta KPK Jelaskan

Ia menyontohkan kasus hakim Mahkamah Konstitusi yang terjerat kasus hukum. Seperti Akil Muchtar dan Patrialis Akbar. Keduanya sebel menjadi hakim adalah politisi. Tindakan mereka justru mengotori institusi.

Panitia Seleksi calon penasihat KPK telah melakukan wawancara tahap akhir dari 13 calon. Tes wawancara nantinya menyaring delapan nama yang akan diserahkan ke pimpinan KPK untuk dipilih menjadi empat nama. 

Tiga belas calon penasihat KPK itu adalah Antonius D R Manurung, Budi Santoso,  Burhanudin, Edi Sutarto, Edward Efendi Silalahi. Selain itu mereka adalah Johanes Ibrahim Kosasih, Moh Tsani Annafari, Muhammad Arief,  Nindya Nazara,  Robi Arya Brata, Sarwono Sutikno, Vicensius Manahan Silalahi, dan Wahyu Sardjono. 

Salah satu dari tigabelas nama itu merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan. Yaitu Antonius Manurung. Meskipun ia berdalih jika terpilih akan mengundurkan diri dari partai itu.

"Panitia seleksi harus mempertimbangkan itu," kata dia.

Kamba kembali mengusik orang partai politik yang menduduki jabatan dalam permasalahan hukum. Kembali ke Patrialis, sejak menjadi menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia era presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah bermasalah. Meskipun begitu memang  tidak semua orang partai seperti para mantan politisi yang busuk ini. Tetapi saja sangat rentan kepentingan politis.
Simak juga : Usai Pawai Ogoh-ogoh, Nyepi di Purwakarta Ditutup dengan Botram

"Rekam jejak para calon penasihat KPK harus dicermati. Jangan sampai ada orang partai politik yang jadi," kata Kamba.

Peneliti di Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Hifdzil Alim juga mewanti-wanti kepada panitia seleksi untuk tidak memilih kader partai politik. Berkaca dari kasus-kasus korupsi yang melibatkan orang politik, maka penasihat KPK harus bersih dari politik.

KPK harus menjadi institusi yang independen dalam pemberantasan dan pencegahan korupsi. Sementara, kasus korupsi banyak  terjadi di lingkup politik.

"Ojo ngasi (jangan sampai)," kata dia serius.

MUH SYAIFULLAH