Dunia, Istanbul- Proses referendum konstitusi Turki untuk mengubah sistem pemerintahan membuat partai oposisi paling berpengaruh, Partai Gerakan Nasionalis (MHP) terbelah.

Anggota MHP yang menolak referendum atau No dipimpin tokoh oposisi terkenal Turki, Meral Aksener. Adapun anggota partai yang mendukung Ya untuk referendum, dipimpin oleh Ketua MHP, Devlet Bahceli.

Baca: Referendum Konstitusi Turki, Pemilih Ya Yakin Menang Mudah

Menurut Aksener, memilih Ya dalam referendum sama saja membiarkan sistem kediktatoran hidup di Turki.

Mantan menteri dalam negeri perempuan pertama Turki ini menegaskan, tujuan presiden Recep Tayyip Erdogan menggelar referendum adalah untuk menghapus sistem checks and balances, sistem yang berperan untuk mengawasi presiden agar tidak semena-mena menjalankan wewenang atau jabatannya.

"Dalam sistem parlementer kita memiliki checks and balances. Namun presidensial tidak ada," kata Aksener kepada ribuan pendukungnya sebagaimana dikutip dari BBC.

Sehingga Aksener yakin siapapun yang menjalankan kekuasaan di Turki dengan sistem pemerintahan presidensial akan melakukan tindakan semena-mena.

Beraliran kanan, Aksener yang sudah dipecat dari partainya, masih mendapat dukungan MHP di akar rumput melawan garis partai yang mendukung pemerintahan dan perubahan konstitusi.

Baca: Referendum Turki, 55 Juta Orang Menuju Bilik Suara Termasuk Napi  

Bersama dengan beberapa tokoh ultranasionalis lainnya, Aksener berusaha membunuh ambisi Erdogan dalam referendum dengan membuat blok No. Hal ini membuahkan berbagai intimidasi terhadap dirinya dan anggota blok NO lainnya.

Aksener memastikan 80 persen anggota MHP akan memberikan suaranya untuk menolak referendum.

Sikap berbeda disuarakan Devlet Bahceli. Ia menggariskan partainya mendukung Erdogan atau Yes sejak tahun lalu. MHP kini menjadi sekutu Erdogan dan partai penguasa, AKP.

Padahal sebelumnya, Bahceli kerap bersuara vokal mengkritik usulan Erdogan untuk mengamendemen konstitusi Turki.

Bahceli beralasan dirinya saat ini percaya pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada presiden dibutuhkan untuk melindungi Turki.

"Kami mengatakan Ya, kepada sistem untuk bertahan hidup, bukan pada figur. Kami mengatakan ya, untuk keberlangsungan Republik Turki," kata Bahceli.

Baca: Eksklusif, Catatan Jurnalis Turki Soal Referendum Konstitusi

Perubahan garis partai MHP dalam referendum, tidak mendapat dukungan bulat dari anggotanya. Muncul desakan dari dalam partai MHP untuk melengserkannya. Hasil jajak pendapat menjadi satu alasan mendorong Bahceli diganti. Namun partai baru akan membahasnya dalam kongres pada Maret tahun depan.

Perpecahan dalam tubuh partai oposisi MHP diperkirakan akan menambah kuat dukungan kepada Erdogan. Partai pemilik 10 persen suara di parlemen, akan berpindah ke AKP. Jumlah itu cukup bagi Erdogan memenangkan referendum dan mewujudkan ambisinya.

Dari hasil jajak pendapat terbaru menunjukkan sebanyak 52 persen penduduk Turki ingin mengubah sistem pemerintahannya dari parlementer menjadi presidensial. Ini artinya, peluang menang kelompok Ya dalam referendum semakin besar.

Erdogan diuntungkan dengan pecahnya kelompok oposisi dalam tubuh MHP. Referendum konstitusi Turki ini akan mengubah sistem pemerintahan dari parlementer menjadi presidensial.

BBC |CHANNEL NEWSASIA | POLITICO | YON DEMA | MARIA RITA