Dunia, Tekirdag, Turki - Meral Aksener yang dikenal sebagai "Serigala Betina" sepertinya menjadi ancaman bagi Presiden Recep Tayyib Erdogan dan pendukung referendum amendemen konstitusi Turki.

Meski Aksener, politisi perempuan yang paling berpengaruh di Turki ini tidak punya kursi di parlemen, tak punya jabatan di partai politik tempat ia bernaung, termasuk di pemerintahan, namun Aksener punya pengikut setia puluhan ribu orang di Turki, termasuk kaum muda dan intelektual.

Baca: Referendum Konstitusi Turki, Partai Oposisi Berpengaruh Terbelah

Dari awal referendum disuarakan, mantan menteri dalam negeri perempuan pertama Turki ini, tegas menolak referendum yang akan mengubah sistem pemerintahan Turki dari parlementer menjadi presidensial.

Aksener, yang meriah gelar Dokter Ilmu Sosial dari Universitas Marmara, Turki punya alasan kuat melawan referendum konstitusi yang digawangi Erdogan dan partai pengusungnya, Partai Pembangunan dan Keadilan atau AKP.

"Mereka (Erdogan dan AKP) menjadikan negara jadi sistem satu partai," tegas Aksener dikutip Middle East Eye.net.

Baca: Eksklusif, Catatan Jurnalis Turki Soal Referendum Konstitusi 

Ia pun menampik penolakannya terhadap referendum untuk menyerang pribadi Erdogan seperti tuduhan lawan politiknya selama ini.

"Ini bukan mengenai Erdogan. Adalah salah memberikan seseorang kekuasaan sangat besar untuk dapat memilih menteri, parlemen, hakim. Sistem parlementer memberikan taut pengaman bagi Turki,” ujar Aksener.

Atas sikap kritisnya itu Aksener mengalami banyak tekanan dan intimidasi. Saat Aksener berkampanye di Canakkale, aliran listrik mendadak dimatikan.

Namun dia tetap menggelar pertemuan dengan ribuan pendukungnya dengan menggunakan baterei megafon. Para pendukungnya menggunakan penerang dari telepon seluler mereka.

Saat berkampanye di kota Izmit, Kocaeli, Aksener diserang sekitar 40-50 massa.

Kehadirannya di kota Nigde dilarang oleh gubernur kota itu dengan alasan negara dalam keadaan darurat. Tak menyerah, Aksener yang dicap ultranasionalis kanan Turki ini balik menantang gubernur tentang larangannya. Ia akhirnya dapat bertemu dengan para pendukungnya.

Baca: Referendum Turki di Australia, Oposisi Erdogan Mengaku Ditekan

Yusuf HalaçoÄŸlu, rekan Aksener yang juga dipecat dari MHP menuding berbagai tekanan dan intimidasi itu atas perintah pemerintah.

"Kami menjelaskan kepada masyarakat bahwa jika referendum menang, Erdogan akan menguasai eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Itu sebabnya kami keberatan dilarang," ujarnya.

Perempuan usia 61 tahun ini punya cara untuk menarik perhatian para pendukung setianya. Dia melukis lambang Turki di telapak tangan kanannya.

Ciri khas lainnya, Aksene dan para pendukungnya mengacungkan tiga jari, yakni kelingking, telunjuk, dan ibu jari sebagai lambang serigala. Mengapa?

Pengikutnya menterjemahkan arti kata Aksener sebagai Asena yang dalam mitologi nasionalis Turki berarti serigala. Dan Aksener digambarkan sebagai serigala betina yang mampu menggoyangkan suara pendukung Erdogan.

Aksener yakin 80 persen anggota MHP akan berpihak kepadanya, menolak referendum. MHP pecah dalam menyikapi referendum.

Seiring situasi politik Turki yang memanas, Aksener diterpa isu baru dari pendukung Ya untuk referendum. Dia dikaitkan dengan gerakan Fethullah Gulen, ulama Turki yang kini mengasingkan diri di Amerika Serikat.

Baca: Hari Ini Warga Tentukan Nasib dengan Referendum Konstitusi Turki

Erdogan menuding Gulen otak dari percobaan kudeta pada Juli 2016. Pemerintah Turki kemudian memasukkan organisasi yang didirikan Gulen dalam daftar teroris.

Menanggapi tudingan itu, Aksena tegas berujar: "Mereka harus melihat ke kanan mereka, mereka akan melihat banyak teman dan keluarga Gulenis. Mereka harus melihat ke kiri mereka, mereka juga akan melihat banyak teman-teman Gulenis dan keluarganya. Dan mereka harusnya melihat diri mereka di cermin untuk melihat kenyataan tentang Gulenis."

Kejutan lainnya ketika Kampanye, Aksener awalnya mendorong penolakan referendum, namun oleh para pengikutnya diartikan juga sebagai pemilih pemimpin baru Turki.

"Perdana Menteri Meral," teriak para pendukung Aksener di gedung wali kota Ankara, 10 April 2017.

"Turki butuh pemimpin baru. Jika dia mendirikan partai baru, saya mau memilihnya," kata seorang bankir menanggapi keinginan para pendukung Aksener.

Aksener menolak untuk menanggapi keinginan para pendukungnya agar dirinya menjadi perdana menteri.

"Masyarakat perlu menyadari bahwa ini bukan pemilihan umum. Ini mengenai masa depan negara kita," Aksener menegaskan.

Aksener, tokoh oposisi Turki ini memilih fokus pada merawat nilai-nilai Kemal Ataturk, bapak modern Turki dengan sistem parlementernya.

MIDDLE EAST EYE.NET | POLITICO | MARIA RITA