Bisnis, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengimbau para pemegang izin usaha pertambangan (IUP) agar segera membayar tunggakan royalti dan iuran hasil tambang. Pemerintah bakal mencabut izin mereka jika tunggakan tersebut belum lunas pada akhir bulan ini. “Yang ngasih izin itu daerah. Kami usulkan ke pemerintah daerah. Rekomendasi dari kami setelah 31 Maret itu,” ujar Direktur Penerimaan Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi, Jonson Pakpahan, kepada Tempo, Senin, 13 Maret 2017.

Sampai hari ini, Jonson mencatat ada lebih dari 2.000 pemegang izin yang belum membayar setoran pertambangan. Jumlah total tunggakan mereka mencapai Rp 3,7 triliun. “Kecil-kecil sebenarnya tunggakannya, tapi karena ribuan agak repot juga.”

Baca : Imbas Sengketa Freeport, Pasokan Tembaga Dunia Anjlok  

Adapun pemegang Kontrak Karya dan Perjanjian Kerja Sama Pengusahaan Batu Bara (PKP2B) memiliki tunggakan Rp 1,2 triliun. Jonson mengklaim ancaman yang sama juga berlaku bagi pemegang kontrak tambang yang telat menyetor royalti.

Untuk mencegah penunggakan setoran, Kementerian Energi tengah menyusun sistem baru. Ke depan, perusahaan wajib menyetor uang jaminan sebagai syarat penjualan hasil tambang. Penambang yang ogah membayar jaminan tidak akan memperoleh izin berlayar dari syahbandar. Ketaatan membayar akan diperiksa oleh verifikator independen secara berkala. Jonson mengatakan besaran duit tersebut masih dalam pembahasan.

Jonson optimistis skema ini bisa menekan angka tunggakan. “Sistem sekarang, ada surveyor tapi LHV-nya (laporan hasil verifikasi) tidak dipakai menahan pembayaran. Makanya banyak yang nunggak."

Baca : Wapres AS ke Indonesia, Disebut Bahas Terorisme Hingga Freeport

Sejauh ini, Kementerian Energi telah menyelesaikan masalah tunggakan royalti batu bara bulan lalu senilai Rp 21,85 triliun. Penunggak adalah enam perusahaan pemegang PKP2B generasi I. Perusahaan tersebut enggan membayar dengan alasan menunggu restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) dari Kementerian Keuangan pada 2008-2012.

Berdasarkan PKP2B generasi I pasal 11.3, Jonson mengatakan pajak yang dikenakan itu harus dikembalikan pemerintah. Sebab, berdasarkan pasal 11.2 kontrak tersebut, perusahaan hanya bisa dikenai pajak penghasilan, pajak penjualan, dan pajak daerah.

Baca : Kapal Tabrak Terumbu Karang Raja Ampat, Ini Langkah Menteri Susi

Kementerian telah meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan memastikan jumlah tunggakan yang harus dibayar perusahaan. Hasilnya, ujar Jonson, pemerintah hanya menerima sekitar 10 persen dari nilai total tunggakan. Itu pun sebagian besar masuk pos penerimaan pajak. “Kami hanya menerima hasil pemeriksaan BPKP dengan Kementerian Keuangan. Sudah ditetapkan berapa kewajibannya. Kami close.”

ROBBY IRFANY