Bisnis, Kutai Kartanegara - Masa transisi di Blok Mahakam yang melibatkan Total E&P Indonesie sebagai operator eksisting dan PT Pertamina Hulu Mahakam, anak usaha PT Pertamina (Persero) yang menjadi operator baru terganjal masalah perpajakan.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Amien Sunaryadi, mengatakan pihak perpajakan menganggap kegiatan Total atas nama Pertamina di masa transisi ini menjadi objek pajak. Padahal pada masa transisi ini, terdapat dua jenis kegiatan.
Pertama, kegiatan yang di kerjakan dan didanai Total sebagai operator eksisting. Kedua, kegiatan yang di kerjakan Total dan didanai Pertamina sebagai operator baru. Pihak pajak, menurut Amien, menganggap kegiatan itu bisa dikenai pajak pertambahan nilai (PPN).
Baca : Menteri Bambang Tegaskan Pemerintah Serius Bangun Infrastruktur
Oleh karena itu, Pertamina kembali menimbang apakah 19 sumur yang akan dibor tahun ini bisa tetap berjalan. Kegiatan bisa saja berkurang karena keekonomian lapangan menurun dengan tambahan beban biaya berupa PPN. “Ada faktor terutama karena pajak tadi mungkin yang dibor enggak 19, tapi berkurang,” ujarnya di sela-sela kunjungan ke Blok Mahakam, Jumat, 10 Maret 2017.
Menurut Amien, masalah perpajakan akan didiskusikan lagi dengan Kementerian Ke uangan agar rencana pengeboran 19 sumur bisa berjalan. Selain itu, pada Senin lusa, 13 Maret 2017, Pertamina dan Total akan menandatangani kesepakatan agar kegiatan yang dilakukan Total bisa di mulai. “Kalau dari diskusi lebih lanjut ada solusi, enggak terbebani pajak, yang dibor 19,” ungkapnya.
President Director & General Manager Total E&P Indonesie, Arividya Noviyanto mengatakan kegiatan yang dilakukan Total seperti pengeboran enam sumur selesai pada Sabtu, 11 Maret 2017 hari ini. Seharusnya, bulan ini Total mulai mengerjakan kegiatan yang didanai Pertamina. Namun, hingga kini belum di ketahui berapa sumur yang akan dibor dan kapan bisa dieksekusi.
Baca : Pemerintah Dorong Pemda Akan Efisiensi Industri Hulu Migas
Dari data SKK Migas, pada 2017, Total akan melakukan pengeboran 25 sumur, 158 kerja ulang (work over) dan perawatan atas 6.820 sumur. Sementara, pada 2016, pengeboran dilakukan sebanyak 41 sumur, work over 147 sumur dan perawatan atas 7.339 sumur.
Rig yang beroperasi berkurang dari tiga unit pada awal 2016, kini tersisa satu unit yang masih menanti kepastian kegiatan dari Pertamina. “Planning-nya, sebetulnya bulan ini tapi saat ini mereka masih belum memastikan berapa sumur yang akan dibor,” kata Arividya.
Dalam kunjungannya ke South Processing Unit (SPU), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan, sebelumnya menekankan agar masa transisi tak menjadi alasan penurunan produksi. Pasalnya, Blok Mahakam berkontribusi terhadap produksi gas nasional 20 persen. Produksi tahunan wilayah kerja Mahakam saat ini 1.635 juta kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/MMscfd) gas serta minyak bumi 63 ribu barel per hari (bph).
“Penting untuk memastikan tingkat produksi migas Blok Mahakam. Di tengah harga minyak yang masih sekitar US$ 50 per barel, produksi migas harus tetap dijaga bahkan ditingkatkan.”
Baca : PGN Gandeng Pelindo III Pasok Gas ke Pelabuhan
Selain produksi, Jonan menyebut, indikator kesuksesan masa transisi bisa dilihat dari biaya produksi. Produksi dan biaya produksi di Blok Mahakam saat ini akan menjadi acuan capaian 2018 dan 2019. Berdasarkan data SKK Mi gas pada 2015, cost recovery atau biaya produksi yang bisa dikembalikan per barel setara minyak (barrel oil equivalent/ boe) US$ 19,73.
Wilayah kerja yang berumur sekitar 40 tahun itu akan habis masa kontraknya pada 31 Desember 2017. Saat ini, blok tersebut dioperatori Total E&P Indonesie dengan kepemilikan saham partisipasi 50 persen dan Inpex 50 persen.
Untuk masa kontrak berikutnya, PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina Hulu Mahakam ditugaskan pemerintah untuk mengelola Blok Mahakam mulai 2018. Namun untuk menahan laju penurunan produksi, di tahun ini Total dan Pertamina mulai melakukan kegiatan bersama agar pada 2018 produksi tak menurun. “Harus diusahakan biaya produksi per barel tidak naik. Kalau bisa, turun.”
Blok Mahakam berproduksi pertama kali pada 1974.
BISNIS.COM
0 Response to "Transisi Blok Mahakam ke Pertamina Terganjal Masalah Pajak"
Posting Komentar