Nasional, Jakarta -  Badan Nasional Penanggulangan Bencana melaporkan pencarian korban longsor di Dusun Tangkil, Desa Banaran Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, belum menunjukkan kemajuan karena terkendala medan bencana. Salah satunya tebal tanah longsoran yang melanda area permukiman.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho mengatakan bencana di Ponorogo cenderung memiliki tingkat kesulitan yang kompleks. Itu sebabnya, proses pencarian korban tidak dapat dilakukan secepat bencana longsor di Banjarnegara, Jawa Tengah, yang memiliki tebal tanah longsoran yang lebih tipis dibanding di Ponorogo.

Baca: BPBD Jawa Timur: Wilayah Longsor Ponorogo Termasuk Rawan Bencana

Sutopo menuturkan, ketebalan material yang mencapai 50 meter mempersulit evakuasi korban longsor. Ia pun menduga banyak korban terseret aliran longsor. “Ini yang menyebabkan baru tiga orang yang ditemukan, karena luas yang terkena longsor jauh dengan ketebalan mencapai maksimum 50 meter,” ujar Sutopo di Graha BNPB, Jakarta, Selasa, 4 April 2017. Kondisi cuaca yang terus hujan pun membuat tim harus mengakhiri evakuasi pukul 14.30.

BNPB Peringatkan Potensi Longsor Susulan di Ponorogo

Sutopo melanjutkan, alat-alat berat sudah didatangkan guna mempermudah proses pencarian korban. Kendati demikian, beratnya medan membuat proses penemuan tergolong lambat. Meski begitu, tim penyelamat tidak menyerah dalam proses pencarian korban. "Saat hujan deras, tidak mungkin melanjutkan aktivitas SAR. Alat berat dikerahkan. Ada kemungkinan korban terseret arus," kata dia.
Daftar 28 Nama Korban yang Tertimbun Tanah Longsor di Ponorogo

Adapun Tim kaji cepat Universitas Gajah Mada (UGM) menyatakan ada 4 faktor penyebab longsor di Desa Banaran, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, pada Sabtu 1 April 2017. "Penyebab longsor di Ponorogo ini memang cukup kompleks," kata anggota tim kaji cepat UGM Bagus Bestari Kamarulah di Ponorogo, Selasa 4 April 2017.

Empat faktor itu, pertama, kemiringan tebing yang mencapai 60 derajat menimbulkan risiko pergerseran tanah tinggi. Kedua, struktur tanah dan batuan yang longsor merupakan hasil pelapukan dari gunung berapi. "Jenis batuan itu memiliki sifat lepas-lepas, sehingga sangat rawan sekali terjadi longsor," kata Bagus.

Bagus menambahkan, dari pengamatan tim kaji cepat UGM bersama tim peneliti dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), ditemukan adanya zona lemah sepanjang 1,5 kilometer dari titik nol longsor hingga ke sisi selatan.

Baca: Longsor Ponorogo, Cerita Pilu Ibu Muda Kehilangan 8 Anggota Keluarga

Ketiga, kondisi tata guna lahan yang ada di lereng perbukitan juga cukup memprihatinkan. Sebab, kata Bagus, banyak dijumpai tanaman yang tidak layak berada di kawasan lereng. Tanaman yang tumbuh di sekitar lereng lokasi longsor ini adalah tanaman jahe yang banyak dibudidayakan oleh warga desa. "Kemudian ada juga bambu. Jenis-jenis itu tidak cocok di tebing, harusnya di bawah tebing," kata Bagus.
Longsor Ponorogo, Begini Warga Trauma dan Ingin Relokasi

Proses pencarian korban yang tertimbun tanah longsor di Dusun Tangkil terkendala tebalnya timbunan material longsor. Karena itu, dua pompa air digunakan untuk menyemprot timbunan. "Agar memudahkan teman-teman yang bekerja secara manual menggunakan cangkul dan sekop," kata Kepala Operasi Basarnas Pos SAR Trenggalek, Yoni Fariza, Senin, 3 April 2017.
4 Desa Terdampak Longsor Ponorogo Kesulitan Air Bersih