Bisnis, Jakarta - Usai penaikan rating S&P untuk kredit investasi di Indonesia, saham di sektor perbankan dan kontruksi dinilai akan ramai direspons pelaku pasar sepanjang perdagangan pada pekan depan.

Kepala Riset Bahana Sekuritas Harry Su mengungkapkan dengan adanya penaikan rating kredit investasi S&P untuk Indonesia tersebut, pihaknya menaikkan target IHSG dari semula 6.000 menjadi 6.300.


 


“Kami yakin perbankan akan memperoleh manfaat paling baik dengan adanya biaya dana yang lebih murah dan akan meningkatkan likuiditas perbankan,” kata Harry, seperti dilansir bisnis.com, Ahad 21 Mei 2017.


 


Selain itu, dia mengungkapkan sektor konstruksi juga akan memperoleh manfaat yang baik dengan biaya dana lebih rendah sehingga dapat memudahkan pengembangan proyek infrastruktur.

Baca:  Sri Mulyani: Peringkat S&P Berdampak Positif Pada Investasi


 


Menurutnya, sektor properti dan industri semen juga akan memperoleh manfaat. Sektor properti, lanjutnya, akan memperoleh manfaat karena proyeksi semakin rendahnya suku bunga kredit.


 


Dia menilai industri semen akan memperoleh manfaat dengan bergairahnya sektor infrastruktur. Oleh karena itu, dia menyarankan BMRI, BBNI, BNGA, ASII, WSKT, JSMR, SMRA, CTRA, SMGR dan MAPI untuk BUY.


 


Hans Kwee, analis Investa Saran Mandiri menilai dengan adanya penaikan rating S&P yang memang sudah ditunggu oleh pasar tersebut, akan memberikan dampak positif untuk Indonesia.


 


Menurutnya, laju IHSG dalam merespons penaikan peringkat itu ditanggapi pelaku usaha dan naik kencang pada perdagangan kemarin. Meskipun demikian, ujarnya, pekan depan penaikan IHSG tidak akan terlalu kencang.


 


“Dengan adanya penaikan rating tersebut konsekuensinya risiko kredit (credit risk) akan turun sehingga global bond akan baik dan menyebabkan cost of fund turun,” katanya saat dihubungi, Jumat 19 Mei 2017.


 


Dengan cost of fund turun, lanjutnya, perusahaan akan berekspansi sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, dia menilai secara jangka panjang penaikan rating tersebut akan baik untuk Indonesia.


 


Hans juga menilai dengan adanya penaikan rating tersebut membuat daya saing perbankan nasional semakin membaik. Menurutnya, bank asing saat ini mampu menawarkan suku bunga kredit yang rendah karena cost of fund yang juga rendah.


 


Penaikan rating tersebut, lanjutnya, bakal menyebabkan cost of fund turun. Perbankan lokal juga bisa memberikan tingkat suku bunga kredit yang jauh lebih kompetitif sehingga akan meningkatkan daya saing mereka terhadap bank asing.


 


Selain perbankan, lanjutnya, sektor manufaktur juga akan memperoleh imbas positif dari penaikan peringkat tersebut. Pasalnya, sektor ini merupakan industri padat modal sehingga dengan turunnya cost of fund akan baik untuk industri tersebut.


 


Di sisi lain, analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Franky Rivan menilai peningkatan peringkat itu akan memberikan dampak positif bagi sektor properti.


 


“Kami percaya bahwa upgrade S&P untuk peringkat investasi Indonesia akan menyebabkan sektor properti menjadi salah satu penerima manfaat terbaik. Argumen kami didukung oleh arus dana asing yang cukup besar ke Indonesia memungkinkan bank sentral menurunkan suku bunga acuan lebih lanjut,” katanya dalam risetnya.


 


Dalam keterangan resminya, Standard and Poor’s (S&P) menaikkan peringkat surat utang Indonesia menjadi layak investasi. S&P menaikkan rating surat utang rupiah dan valuta asing bertenor jangka panjang (long term) dari BB+ menjadi BBB-.


 


Sementara rating surat utang jangka pendek (short term) direvisi naik menjadi A-3.


 


S&P juga mempertahankan outlook positif. Keputusan S&P tersebut didorong kesuksesan tax amnesty yang berkontribusi pendapatan lebih dari US$11 miliar kepada pemerintah.


 


Selain S&P, lembaga pemeringkat Moody's Investors Service dan Fitch Ratings juga memiliki pandangan positif mengenai penilaian kredit Indonesia.


 


Sebelumnya, Goldman Sachs Group Inc. pada Maret mengatakan, kenaikan rating Indonesia tersebut dapat meningkatkan daya tarik aset di antara investor institusi konservatif Jepang dan membantu menyerap dana hingga US$5 miliar.


 


S&P tergolong lebih lambat dibanding Moody’s dan Fittch dalam menyematkan investment grade kepada Indonesia, mengingat kekhawatiran pertumbuhan dan meningkatnya kredit macet.


 


Namun, momentum perekonomian Indonesia meningkat tahun ini menyusul kembali pulihnya ekspor negara. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,1 persen pada 2017.


 


Seperti dilansir Bloomberg, peningkatan rating ini tak lepas dari suksesnya program amnesti pajak yang menghasilkan pendapatan negara lebih dari US$11 miliar dan membantu mengurangi anggaran untuk proyek infrastruktur.


 


Pemerintah memotong pengeluaran publik tahun lalu untuk memenuhi naiknya defisit fiskal sebesar 3 persen dari produk domestik bruto dan membangun cadangan devisa ke level tertinggi lebih dari lima tahun terakhir sebesar US$123 miliar.