Bisnis, Jakarta - Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian, I Gusti Putu Suryawirawan memaparkan tantangan yang dihadapi industri manufaktur Indonesia. Salah satunya adalah kebijakan penentuan upah minimum karyawan (UMK) yang ditentukan oleh negosiasi di tingkat pemerintah daerah.
"Investor jadi takut karena kita membebaskan daerah kelola UMK nya sendiri, jadi mereka ada yang lebih memilih investasi di Malaysia," ujar Putu, dalam International Seminar Continued Sustainable Development, di Balai Kartini, Jakarta, Rabu, 8 Maret 2017.
Putu menuturkan tak jarang hal ini juga membuat investor memindahkan investasinya ke daerah lain atau bahkan negara lain. "Banyak daerah ditinggalkan, misalnya kalau ke Malaysia ya karena pemerintahnya lebih stabil mengelola UMK."
Baca: Rumah Hingga Kapal Pesiar Bakal Kena Pajak Barang Mewah
Tantangan yang kedua adalah terkait dengan peningkatan kualitas, produktivitas, dan kompetensi sumber daya manuska. "Kita punya banyak SDM tapi mereka bukan yang dibutuhkan industri, sehingga terpaksa industri harus training lagi dan akhirnya biasa," ucap Putu. Menurut dia, Indonesia masuk dalam kategori tenaga kerja dengan produktivitas paling rendah di ASEAN.
Tantangan berikutnya kata Putu adalah terkait dengan harga energi di dalam negeri, seperti gas, BBM, dan listrik. "Bahaya kalau kita membiarkan energi jadi komoditas pasar untuk mengambil keuntungan," ujarnya. Dia melanjutkan kebutuhan energi sudah seharusnya dikendalikan oleh pemerintah, sehingga dapat menggerakkan industri barang dan jasa.
Simak: Kepala Bappenas Temui Luhut Bahas Kajian Reklamasi Teluk Jakarta
Jika tidak, maka menurut Putu, industri dalam negeri menjadi tidak kompetitif, dan investor akan memilih berinvestasi di negara lain. "Pemerintah harus mengatur kembali strategi industri nasional, industri harus menambah daya tarik investasi dan tenaga kerja."
Kemudian, Putu pun mendorong perbaikan dalam sistem logistik dan infrastruktur, guna memudahkan perpindahan produk ataupun bahan baku barang dan jasa dari satu tempat ke tempat lain.
Dia mengatakan Kementerian Perindustrian juga bertanggung jawab membangun struktur industri dalam negeri atau menciptakan kebergantungan dalam supply chain atau rantai pasok.
Simak: Pemerintah Melebur Aldevco ke Inalum
"Satu industri kan jarang memproduksi seluruh komponennya sendiri, ada dia beli dari pabrik-pabrik di sekitarnya," katanya. Putu berharap pertumbuhan industri komponen dalam negeri, baik skala kecil maupun menengah dapat terus meningkat dan berdaya saing.
Terakhir, terkait dengan sumber pembiayaan dan pendanaan yang kata Putu masih terbatas, juga perlu menjadi perhatian khusus. "Banyak yang mau usaha di Indonesia tapi bunga bank-nya tinggi, sehingga lebih memilih untuk meminjam di Malaysia karena lebih murah."
GHOIDA RAHMAH
0 Response to "UMK Hingga Harga Energi Jadi Tantangan Industri Manufaktur"
Posting Komentar