Nasional, Jakarta - Pakar hukum tata negara dari Universitas Syekh Yusuf (UNIS), Refly Harun, mengatakan problem utama yang ada di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) adalah pengelompokan. Tidak seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang memiliki fraksi-fraksi, di DPD tiap anggotanya bermain sendiri.

"132 orang (anggota DPD) tanpa grouping memang berat. Masa ada 132 fraksi," kata Refly dalam diskusi Kembalikan Marwah DPD di Hotel Santika, Slipi, Jakarta, Selasa, 7 Maret 2017.

Baca: Pakar Tata Negara; Perkuat Wewenang DPD

Permasalahan pengelompokan ini dianggap belum ada solusinya. Di luar negeri, kata Refly, pengelompokan senator bisa dilakukan dengan memilah-milahnya berdasarkan ideologi. "Ada jalur yang konservatif dan liberal, ada antara kanan dan kiri," tuturnya. Menurut dia, pengelompokan seperti ini cenderung dihindari di Indonesia.

Refly berujar pemecahan masalah ini bisa saja lewat anggota DPD yang bergabung dengan partai politik. Namun, bila seperti ini jangan cuma terafiliasi di satu partai saja.

Bila tetap diperlukan adanya pengelompokan, dapat mencontoh susunan pimpinan DPD. "Buat tiga fraksi saja, Indonesia bagian timur, bagian barat, dan bagian tengah," ucapnya.

Simak pula: Jawa Barat Hibahkan Tanah di Bandung untuk Kantor DPD

Selain itu, ada pula pengelompokan yang bersifat tidak permanen seperti berkelompok yang berdasarkan isu. "Mereka punya concern yang sama, bergabung di satu isu, kemudian kaukus ini yang bekerja," ujar Refly.

Namun, ia menilai dari semua skenario itu tidak ada yang berjalan di DPD. Yang terjadi, kata dia, permainan politik masing-masing individualnya.

AHMAD FAIZ